Pada tahun 2045, Indonesia memiliki target yang ambisius untuk menjadi negara maju dan negara super kaya dengan pendapatan tinggi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, pemerintah menetapkan tujuan mencapai Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar US$ 30.300, atau 6,3 kali lipat dari posisi saat ini yang sebesar US$ 4.784.
Apakah target ini realistis?
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyatakan bahwa untuk mencapai pendapatan per kapita sebesar US$ 30.300, Indonesia harus berupaya ekstra keras dengan pertumbuhan ekonomi minimal 6% per tahun selama periode 2024-2045. Hal ini berarti pertumbuhan di atas rata-rata PDB per kapita di negara-negara anggota ASEAN saat ini.
Data historis menunjukkan bahwa peningkatan PDB per kapita Indonesia selama 20 tahun terakhir hanya sebesar US$ 0,18 ribu per tahun, yang masih tertinggal dibandingkan dengan peningkatan PDB per kapita Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura yang mencapai US$ 2,65 ribu per tahun. Rata-rata peningkatan PDB per kapita per tahun di ASEAN selama 20 tahun terakhir mencapai US$ 1,12 ribu.
“Data-data historis tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya yang sangat keras untuk meningkatkan PDB per kapita Indonesia lebih dari 6 kali lipat dibandingkan posisi saat ini dalam 22 tahun ke depan,” tegasnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Arsjad Rasjid, menyatakan bahwa target dalam RPJPN 2025-2045 cukup realistis. Target-target tersebut didasarkan pada situasi saat ini dan visi masa depan, untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, menjadi modal utama untuk mencapai target tersebut. Kontribusi konsumsi yang didorong oleh jumlah penduduk yang besar juga akan menjadi andalan PDB Indonesia dengan kontribusi di atas 50%.
Dalam hal sumber daya alam, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sebanyak 30 juta ton. Selain itu, potensi energi baru terbarukan seperti angin, hidro, dan geothermal mencapai 3.600 giga Watt. Arsjad menjelaskan bahwa sektor maritim, termasuk kelautan dan perikanan, dapat dikembangkan dengan skema ekonomi biru, serta masih terdapat banyak potensi lainnya.
Untuk mencapai target PDB per kapita US$ 30.300, Arsjad mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi harus mencapai 5-6% per tahun, di mana 4,5% di antaranya merupakan investasi asing. Diperlukan strategi hilirisasi industri, terutama di sektor pertanian dan industri, serta akselerasi transisi energi yang berdampak signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan juga diperlukan untuk memastikan kemerataan dan inklusivitas pembangunan, termasuk kolaborasi antara perusahaan besar dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Program “UMKM naik kelas” harus dipercepat. Semua ini merupakan kunci agar Indonesia dapat keluar dari jebakan pendapatan menengah yang telah berlangsung selama 30 tahun dan menjadi negara maju pada tahun 2045.
Menurut Arsjad, pemerintah juga perlu membenahi sektor industri. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang tinggi, impor harus ditekan agar tidak terjadi overheating seperti yang terjadi selama ini. Diperlukan identifikasi industri yang akan dikembangkan, baik di sektor hulu, menengah, maupun sebagai substitusi impor.
Arsjad juga menyoroti bahwa banyak negara maju dan negara berkembang di dunia mengalami kendala middle income trap (MIT) akibat ketergantungan pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang berkualitas, serta kalah dalam persaingan teknologi. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok membutuhkan waktu kurang dari 20 tahun untuk keluar dari MIT.