Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Purwono Widodo memproyeksikan permintaan baja global tahun 2023 akan tumbuh sebesar 1,1%

Ekonomi193 Dilihat

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Purwono Widodo memproyeksikan permintaan baja global tahun 2023 akan tumbuh sebesar 1,1% untuk mencapai sekitar 1,8 miliar metrik ton.

Proyeksi Purwono tersebut merujuk pada laporan World Steel Association yang memperkirakan, permintaan baja di kawasan Asean bakal mencapai 77,9 juta ton, tumbuh 3,5 juta ton dari kebutuhan tahun 2022 sebesar 75,3 juta ton, dengan total produksi mencapai 58,5 juta ton, atau meningkat 9,1% dari produksi tahun sebelumnya.

“Ekspor dari Asean juga terus meningkat sejak 2016 dengan total ekspor 8,6 juta ton dan menjadi 25,1 juta ton pada tahun 2022. Meski ada perkembangan positif dari permintaan, produksi, dan ekspor, penting untuk dicatat Asean merupakan importir baja yang besar selama bertahun-tahun,” ungkap Purwono saat membuka 2023 SEAISI Conference & Exhibition di Manila, Filipina, Kamis (25/5/2023).

Chairman South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) ini menambahkan, pada tahun 2022 jumlah impor baja Asean mencapai 44,5 juta ton atau lebih dari 57% kebutuhan baja Asean. Tingkat impor ini menurut dia perlu diturunkan dan produksi baja di regional Asean perlu didorong.

“Industri baja Asean harus bekerja sama untuk melindungi pasar regional kita dari praktik perdagangan yang tidak adil dari sumber kelebihan kapasitas dengan harga impor yang rendah sehingga menyebabkan injury pada industri baja domestik di Asean,” tegasnya.

Permintaan Baja Global Diprediksi Tembus 1,8 Miliar Metrik Ton
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melakukan ekspor Hot Rolled Coil (HRC) ke Italia, Jumat, 28 April 2023.

Purwono yang juga Chairman Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) menuturkan, industri baja Asean menghadapi tantangan besar berupa kelebihan potensial kapasitas.

“Untuk itu, SEAISI memperkirakan kapasitas baja di Asean bakal bertambah hingga 90 juta ton dalam 5-10 tahun mendatang dengan didominasi investasi dari Cina. Kapasitas tambahan tersebut, sangat besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan baja ASEAN,” tandasnya.

Selain itu, Asean juga berkomitmen mengurangi emisi pada 2021 United Nation Climate Change Conference (COP26) dan bekerja menuju mitigasi perubahan iklim, dengan mengajukan kebijakan untuk pengendalian emisi karbon. Sebagai salah satu industri paling intensif dengan karbon, industri baja Asean akan terdampak dari target pengurangan emisi karbon.

Terlebih, SEAISI telah memperkirakan adanya ledakan peningkatan emisi karbon pada industri baja Asean hingga tiga kali lipat jika teknologi net-zero carbon tidak diterapkan. SEAISI dan Asean Iron & Steel Council (AISC) pun berencana mengembangkan roadmap industri baja net zero carbon dan berupaya menemukan cara untuk mengurangi emisi karbon industri baja di Asean secara efektif.

“Melalui SEAISI ini, kita kembangkan kerja sama dan kolaborasi industri baja dengan mengadopsi digitalisasi baik dalam bentuk otomatisasi maupun pemantauan sistem produksi secara online karena teknologi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *