Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) di Tanah Air masih terus berlanjut pada Juli-Agustus 2023. Alasannya masih sama, mereka ada yang mengaku kesulitan pendanaan (fundraising) untuk membiaya operasional dan ekspansinya. Di sisi lain, ada juga yang beralasan harus menjalankan efisiensi demi menyehatkan dan menjaga potensi pertumbuhan bisnis ke depan.
Data Investor Daily dari berbagai sumber dan pernyataan resmi manajemen startup menunjukkan bahwa paling tidak lima startup di Indonesia telah melakukan PHK terhadap sebagian karyawan mereka pada bulan Juli-Agustus 2023, dengan tujuan menjaga keberlanjutan bisnis.
Grup Modalku telah merumahkan 38 karyawannya di Indonesia, Ayoconnect (FaaS) memangkas 10% dari total karyawan mereka, dan Qoala (insurtech) merumahkan 80 karyawan di Indonesia dan Malaysia.
Tidak hanya itu, upaya efisiensi juga dilakukan oleh P2P lending Akseleran yang melakukan PHK terhadap 60 karyawan dan menunda penawaran umum saham perdana. Startup proptech Lamudi Indonesia mengumumkan PHK sejumlah karyawan di berbagai divisi dalam rangka mencapai efisiensi bisnis dan keberlanjutan jangka panjang.
“Dikarenakan kondisi pasar saat ini, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan strategic investor yang tepat yang dapat mendukung perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk menunda untuk sementara waktu,” ujar Group CEO & Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan, baru-baru ini.
Walaupun pandemi Covid-19 telah berlalu, sejumlah startup di Indonesia masih harus melakukan PHK karena berbagai tantangan. Faktor eksternal seperti kondisi ekonomi global yang memburuk dengan tingginya inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi mempengaruhi iklim investasi bagi startup. Hal ini berdampak pada kesulitan mereka dalam mendapatkan pendanaan baru.
Tercatat bahwa pada semester pertama tahun 2023, terjadi sekitar 73 pendanaan startup di Indonesia dengan 34 transaksi yang disertai nilai. Total pendanaan mencapai US$ 707 juta, mengalami penurunan tajam sebesar 74% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai US$ 2,69 miliar dari 149 pendanaan dengan 99 transaksi yang disertai nilai.
Hal ini menunjukkan bahwa investor saat ini lebih selektif dan hati-hati dalam mengalokasikan dana ke startup. Meskipun investor masih berinvestasi pada startup, mereka lebih memilih potensi investasi dengan risiko yang lebih rendah dan keuntungan yang lebih besar. Startup dianggap memiliki risiko yang tinggi dan mendapatkan prioritas lebih rendah dibandingkan dengan pilihan investasi lainnya seperti deposito dan surat utang negara.
Investor startup berbasis teknologi Alexander Rusli sangat memahami ketika masih banyak startup yang terpaksa mem-PHK karyawan dengan tujuan menyehatkan fundamental keuangannya karena dulu terlalu ekspansif ketika Covid-19 dan tantangan mencari pendanaan baru masih sulit.
Hal tersebut dinilai wajar di tengah semakin selektif dan hati-hatinya investor mengucurkan dana segar ke startup. “Di lain sisi, pengelola startup masih banyak mengandalkan kucuran dana dari investor untuk membiayai ekspansi,” ujar Alex, panggilan Alexander Rusli kepada Investor Daily, Kamis (10/8/2023).
Investor saat ini lebih cenderung memilih startup yang memiliki prospek baik, model bisnis yang diterima pasar, dan potensi kinerja fundamental yang sehat. Investor juga tidak lagi terpikat oleh valuasi tinggi seperti unicorn atau decacorn. Mereka mengutamakan startup dengan kualitas produk dan potensi pertumbuhan yang baik.
Dalam kondisi pasar yang semakin selektif, startup dituntut untuk lebih bijak dalam mengelola dana dan fokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini menjadi tantangan dan pelajaran bagi startup di Indonesia untuk terus beradaptasi dengan kondisi yang terus berubah.