Indonesia kecewa atas kegagalan Dewan Keamanan (DK) PBB mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera guna menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza, Palestina.
Kekecewaan Indonesia itu disampaik Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di platform media sosial X, Sabtu (9/12/2023).
“Saya sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan dalam mengadopsi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza meskipun lebih dari 102 negara, termasuk Indonesia, ikut mensponsori resolusi tersebut,” kata Retno.
Menlu Retno menegaskan, komunitas global tidak bisa terus bergantung pada belas kasihan beberapa negara dan tidak berdaya menyaksikan kekejaman dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak di Gaza.
Rancangan resolusi DK PBB itu diveto oleh AS pada Jumat (8/12/2023), meskipun didukung oleh 13 anggota DK lainnya.
Inggris, satu dari lima anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto, memilih abstain.
Rancangan resolusi tersebut menyerukan semua pihak yang bertikai untuk mematuhi hukum internasional, khususnya perlindungan bagi warga sipil.
Selain itu, menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera, dan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk melaporkan kepada dewan tersebut mengenai pelaksanaan gencatan senjata.
Uni Emirat Arab, yang mengajukan rancangan tersebut, mengatakan, mereka berupaya menyelesaikan resolusi tersebut segera karena meningkatnya jumlah korban tewas selama perang yang telah berlangsung selama 63 hari tersebut.
Guterres pada Rabu (6/12/2023) menggunakan Pasal 99 Piagam PBB untuk pertama kalinya sejak ia menjabat di posisi puncak organisasi itu pada 2017, menyerukan pembentukan gencatan senjata dan mengatakan bahwa kondisi terkini di Gaza tidak memungkinkan dilakukannya “operasi kemanusiaan yang berarti.”