PT Barito Renewables Energy (BREN), unit usaha energi terbarukan milik konglomerat Prajogo Pangestu, bersiap untuk melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sahamnya. Dalam IPO ini, Barito Renewables berencana untuk melepas hingga 4,5 miliar saham baru atau sekitar 3,35% dari modal disetor perusahaan. Setelah IPO, perusahaan akan menggunakan kode BREN dan jumlah sahamnya akan mencapai 134,27 miliar, meningkat dari sebelumnya 129,77 miliar.
Dengan harga pelaksanaan yang ditetapkan dalam kisaran Rp 670 hingga Rp 780 per saham, anak perusahaan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ini berharap dapat mengumpulkan dana sebesar Rp 3,5 triliun. Dengan asumsi harga IPO pada Rp 780 per saham, kapitalisasi pasar Barito Renewables Energy akan mencapai Rp 104,7 triliun setelah IPO.
Kapitalisasi pasar tersebut jauh melampaui kapitalisasi pasar PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) saat IPO, yang hanya sekitar Rp 36,2 triliun. Ketika itu, PGEO menawarkan sahamnya dengan harga Rp 875 per saham dan memiliki sekitar 41,3 miliar saham setelah IPO. Bahkan hingga penutupan perdagangan pada 14 September 2023, kapitalisasi pasar PGEO baru mencapai sekitar Rp 59 triliun, masih di bawah Barito Renewables.
Jumlah saham anak Barito Renewables yang akan dilepas ke publik sebanyak-banyaknya 4,5 miliar saham atau maksimal hanya 3,35% setelah dilakukannya IPO. Direktur penilaian perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, jumlah saham free float setelah penawaran umum paling sedikit 10% dari jumlah saham yang akan dicatatkan di BEI, bagi calon perusahaan tercatat yang memiliki nilai ekuitas sebelum penawaran umum lebih dari Rp 2 triliun.
Walaupun jumlah saham yang ditawarkan ke publik di bawah ketentuan 10% tetapi terdapat 9% pemegang saham lama yang dapat diklasifikasikan sebagai saham free float.
“Sehingga jumlah saham free float BREN setelah penawaran umum menjadi 12,05% dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan bursa” ungkapnya kepada Investor Daily, dikutip Minggu (17/9/2023).
Secara bisnis, baik BREN maupun PGEO berfokus pada energi panas bumi. BREN mengendalikan beberapa operator geotermal, termasuk aset operasional geothermal Wayang Windu, Salak, dan Darajat yang tergabung dalam PT Star Energy Group Holdings Pte Ltd. Sementara itu, PGEO juga aktif mengembangkan proyek panas bumi hingga 1 gigawatt dalam dua tahun mendatang, sebagai bagian dari upayanya mendukung target pemerintah untuk mencapai 23% energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 dan pencapaian Net Zero Emission pada 2060.
Rencananya, BREN akan memulai masa penawaran awal pada 18-25 September 2023, dengan tanggal efektif pada 27 September 2023. Kemudian, masa penawaran umum perdana saham akan dilaksanakan pada 2-4 Oktober 2023. Tanggal penjatahan dijadwalkan pada 4 Oktober 2023, diikuti oleh distribusi saham secara elektronik pada 5 Oktober 2023, dan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Oktober 2023.
Dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini akan digunakan oleh BREN sebagai setoran modal ke anak usaha, yaitu Star Energy Group Holding (STAR). Rinciannya, STAR akan menggunakan sekitar US$ 158 juta untuk melunasi sebagian utang kepada Bangkok Bank Public Compay Limited (Bangkok Bank), sekitar US$ 66,5 juta untuk membayar kewajiban kepada Star Oil and Gas Pte Ltd (SEOG), dan sekitar US$6 juta untuk mengembalikan uang muka kepada perseroan. Dana tersebut akan digunakan untuk keperluan modal kerja, termasuk pembayaran gaji, biaya jasa profesional, dan biaya sewa.
Pelaksana emisi efek dalam IPO BREN adalah PT BNI Sekuritas, sementara penjamin emisi efek akan ditentukan kemudian. Berdasarkan laporan keuangan yang berakhir pada 31 Maret 2023, BREN mencatatkan pendapatan sebesar US$ 147 juta dan laba periode tahun berjalan sebesar US$ 39,6 juta pada kuartal I-2023, dengan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 28,9 juta.