PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) memproyeksikan pendapatan sepanjang tahun 2023 akan tumbuh sebesar 25% atau setara Rp 100 miliar dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.
Managing Director Lorena Dwi Ryanta Soerbakti menjelaskan, target pertumbuhan 25% tersebut merupakan gabungan dari divisi angkutan Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP), commuter line, dan divisi rental bus dengan harapan pemulihan ekonomi berjalan lebih baik lagi.
“Secara umum saya berharap, kita bisa dapat sekitar 25%. Jadi, kalau di 2022 pendapatan sekitar Rp 93 miliar, kami berharap tahun 2023 ini bisa pecah lagi ke Rp 100 miliar,” kata Dwi Ryanto dikutip Investor Daily, Jumat (23/6/2023).
Sepanjang Kuartal I 2023 kemarin, Dwi mengatakan, LRNA berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja sekitar 15% sampai 20%. Pada periode tersebut, perseroan juga telah memenangkan tender dari Angkasa Pura II dan PT HM Sampoerna Tbk.
Dwi enggan menyebutkan nilai kontrak yang dimenangkan perseroan dari dua tender tersebut. Namun yang jelas, nilainya cukup besar. “Kita bisa naik tiga kali lipat daripada 2022,” tegasnya.
Bahkan, keberhasilan perseroan meraih dua tender tersebut diyakini bakal mampu mendorong pendapatan divisi rental melesat hingga 50%. Sementara dari divisi AKAP dan commuter line, perseroan berharap dapat mendeliver pertumbuhan sebesar 20% sampai 25%.
Untuk merealisasikan target tersebut, Dwi membeberkan sejumlah strategi yang akan ditempuh LRNA. Utamanya, emiten transportasi tersebut akan menggenjot performa dari divisi rental. Sebab menurutnya, permintaan rental dari perusahaan-perusahaan swasta baik untuk kebutuhan karyawan maupun pelanggan sudah mulai tinggi.
“Selain itu, kami juga akan meneliti secara perlahan rute-rute potensial untuk kita perdalam dan rute-rute yang bisa dikembangkan,” jelasnya.
Hanya saja, beberapa hal yang mungkin masih akan memberikan tantangan yaitu banyaknya bus pariwisata yang tidak memiliki trayek resmi, namun mereka beroperasi di industri AKAP. Penyebabnya, karena selama tiga tahun terakhir, bus-bus pariwisata kesulitan mendapatkan pelanggan sehingga hal ini cukup menyulitkan bagi LRNA. Akibatnya, Lorena sebagai perusahaan AKAP berizin resmi, sulit untuk agresif dalam melakukan ekspansi di divisi AKAP.
Menurut Dwi, selama pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan belum mampu membenahi persoalan tersebut, maka perusahaan AKAP resmi seperti Lorena akan terganggu. Karena itu, dirinya sepakat dengan adanya kewajiban terkait sistem standar manajemen keselamatan yang dibebankan kepada seluruh perusahaan AKAP dan perusahaan transportasi darat lainnya.
“Kami berharap, dengan kewajiban sertifikasi tersebut akan membantu kami mendapatkan advantage. Jadi, strateginya saya akan membagi investasi atau strategi marketing perseroan. Bukan hanya murni di AKAP, tapi juga di commuter line dan memperkuat divisi ketiga yaitu rental. Karena dengan rental kita tidak akan rugi walaupun secara profit margin tidak terlalu besar,” ujarnya.
Tahun ini, perseroan juga akan fokus melakukan peremajaan atau rekondisi terhadap bus-bus eksisting yang dimiliki perseroan selama tiga tahun terakhir. Sebab, proses rekondisi ini sebelumnya sempat terhambat. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp 10-15 miliar.