Amerika Serikat (AS) sedang mengalami kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja. Negara ini diprediksi akan mengalami resesi di akhir tahun ini atau awal tahun depan. Namun, kondisi itu sepertinya tidak menjadi masalah bagi salah satu wanita penyanyi terkenal, Taylor Swift.
Taylor Swift yang memiliki banyak penggemar di seluruh dunia, tahun ini menggelar rangkaian konser di AS dan belahan dunia lain dengan nama Eras Tour. Tur ini sudah berjalan selama lima bulan di Amerika saja. Total sebanyak 53 pertunjukan digelar dan disebut-sebut berhasil menyelamatkan AS dari jurang resesi.
Eras Tour dimulai pada 17 Maret 2023, di Glendale, AS, dan akan berakhir pada 23 November 2024, di Toronto, Kanada. Untuk wilayah Amerika sudah kelar pada Agustus 2023 kemarin. Tiap pertunjukan berlangsung lebih dari tiga jam, dengan daftar 44 lagu yang dibagi menjadi 10 babak berbeda.
Lokasi yang bakal mendapat giliran tur hingga akhir tahun depan adalah Rio de Janeiro dan Sao Paulo (Brasil), Tokyo (Jepang), Singapura, Melbourne dan Sydney (Australia), Paris dan Lyon (Prancis), Stockholm (Swedia), Lisbon (Portugal), Madrid (Spanyol), Edinburgh, Liverpool, Cardiff, London (Inggris), Dublin (Irlandia), Amsterdam (Belanda), Zürich (Swiss), Milan (Italia), Gelsenkirchen, Hamburg, Munich (Jerman), Warsawa (Polandia), Vienna (Austria), Toronto (Kanada).
Menurut hasil riset QuestionPro Research and Insights, Eras Tour berhasil mendatangkan keuntungan sebesar US$ 2,2 miliar (Rp 33,8 triliun) yang didapatkan hanya dari penjualan tiket di Amerika Utara.
Sebagai gambaran, pada malam pembukaan tur di Glendale, Arizona, penghasilan dari konser tersebut lebih banyak dibanding pertandingan Super Bowl LVII, yang diadakan pada Februari di stadion yang sama.
Berkat Eras Tour juga, Taylor Swift banyak mendapatkan pujian dari berbagai stakeholder. Pasalnya, kehadiran penyanyi berusia 33 tahun itu sangat ditunggu oleh penggemarnya yang rela datang dari berbagai penjuru dunia.
Penyanyi kelahiran Pennsylvania, Amerika ini disebut memiliki pendapatan yang meningkat drastis berkat konsernya itu. Bloomberg News menyebut, Swift mendapatkan US$ 10 juta dari setiap penampilannya. Namun, ia tidak menggunakan semua keuntungannya tersebut untuk keperluan pribadi. Dia juga memberikannya kepada pihak-pihak yang sudah berkontribusi banyak pada kesuksesan penampilannya.
Pandemi Mereda, Awal Kesuksesan dari Eras Tour
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat orang-orang jenuh dan lebih memilih untuk mencari hiburan yang sudah lama tak mereka dapatkan. Terlebih, saat itu mereka tidak mudah untuk bepergian karena kebijakan pemerintah, apalagi sampai ke luar negeri.
Hadirnya Eras Tour menjadi momentum yang tepat sebagai hiburan mereka. Tur ini juga menjadi salah satu yang terbesar di Amerika, hingga disebut mampu membuat penontonnya terkesima. Pasalnya, banyak penggemar yang telah lama tidak mendengarkan lagu-lagu Taylor Swift secara langsung akibat pandemi.
Penggemar yang datang untuk menonton tur tersebut tidak hanya berasal dari Amerika saja, tetapi dari seluruh dunia yang berbondong-bondong datang untuk menyaksikan Swift langsung. Time menulis bahwa setiap kota yang menjadi lokasi konser harus bersiap mendapatkan pemasukan tambahan.
Beberapa data ekonomi menyatakan, selepas pandemi orang cenderung lebih memilih menghabiskan uangnya untuk kebutuhan yang non-fisik di samping kebutuhan pokoknya.
Mengutip QuestionPro Research and Insights, dalam sebuah artikel untuk GlobalNewsWire, biasanya, setiap US$ 100 yang dibelanjakan untuk pertunjukan live menghasilkan sekitar US$ 300 belanja tambahan, misalnya untuk hal-hal seperti hotel, makanan, dan transportasi. Namun untuk Eras Tour, para penggemar Taylor Swift alias Swifties mengeluarkan sekitar US$ 1.300 – US$ 1.500 untuk barang-barang seperti pakaian, kostum, dan merchandise. Angka inilah yang disebut dapat meningkatkan perekonomian lokal hingga ratusan juta dolar dalam satu akhir pekan.
Nasib Perekonomian AS setelah Eras Tour
Setelah suksesnya Eras Tour yang diklaim mampu menjadi penyelamat AS dari jurang resesi, membuat banyak spekulasi bahwa negara itu akan secepatnya terlepas dari kondisi ekonomi yang buruk.
Survei terbaru dari Bloomberg Markets Live Pulse belum lama ini terhadap lebih dari 500 investor mengungkapkan, 21% dari mereka berpikir konsumsi pribadi akan menurun pada kuartal keempat (Q4). Sebanyak 56% lainnya memperkirakan konsumsi akan berubah pada awal 2024.
Salah satu penyebabnya yaitu simpanan uang saat pandemi yang sudah makin menipis, membuat banyak orang harus mengutamakan kebutuhan yang memang menjadi keperluan utama mereka.