Tuberkulosis (TBC) sudah lama diketahui sebagai salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Meski dapat dicegah dan diobati, angka kematian akibat TBC masih tinggi, terutama di negara berkembang.
TBC menyerang paru-paru dan berpotensi menyebar melalui udara, yang membuatnya mudah menular di lingkungan padat. Setiap tahun, jutaan orang terinfeksi, dan tidak sedikit dari mereka mengalami komplikasi serius yang berujung pada kematian.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 2024, 193 negara dan lebih dari 99% populasi dunia melaporkan kasus tuberkulosis. Penyakit ini ditemukan pada semua wilayah, termasuk wilayah Afrika, wilayah Amerika, wilayah Asia Tenggara, wilayah Eropa, wilayah Mediterania Timur, dan wilayah Pasifik Barat.
Lebih dari 30 negara terdaftar sebagai negara dengan beban tuberkulosis tertinggi pada 2021, dan saat ini, tiga negara menjadi prioritas pantauan, yaitu Kamboja, Federasi Rusia, dan Zimbabwe.
Pada 2023, sekitar 1,25 juta orang meninggal akibat tuberkulosis, termasuk 161.000 orang yang juga terinfeksi HIV. TBC kini kembali menjadi penyebab kematian utama akibat infeksi, setelah sebelumnya didominasi oleh Covid-19 selama tiga tahun.
Tuberkulosis juga merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV dan terkait dengan resistensi antimikroba. Diperkirakan pada 2023, sebanyak 10,8 juta orang jatuh sakit akibat TBC di seluruh dunia, terdiri dari 6 juta pria, 3,6 juta wanita, dan 1,3 juta anak-anak. TBC dapat menyerang semua kelompok usia di semua negara.
Upaya global untuk mengendalikan TBC menghadapi berbagai tantangan, termasuk resistansi obat, akses terbatas ke layanan kesehatan, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan pengobatan.
TBC disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, yang terutama menyerang paru-paru tetapi juga dapat memengaruhi organ lain. Penyakit ini menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Gejala umum TBC, meliputi batuk berkepanjangan (kadang disertai darah), nyeri dada, kelelahan, penurunan berat badan, demam, dan keringat malam. Namun, ada cara untuk mengatasi penyakit TBC seperti berikut ini.
1. Meningkatkan akses diagnostik
Salah satu langkah penting untuk mengatasi tuberkulosis adalah memastikan layanan diagnostik tersedia secara luas, terutama di negara-negara dengan beban TBC yang tinggi. Artinya, fasilitas kesehatan harus dilengkapi dengan alat dan teknologi yang memadai untuk melakukan pemeriksaan dan diagnosis.
Salah satu inovasi yang dapat diterapkan adalah uji molekuler cepat. Uji ini memungkinkan diagnosis TBC dilakukan dengan lebih cepat dan akurat, sehingga pasien dapat segera mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.
2. Mengikuti protokol perawatan yang tepat
Penting untuk mengikuti protokol perawatan yang telah terbukti efektif. Untuk kasus TBC yang resisten terhadap banyak obat, penggunaan regimen perawatan yang lebih pendek telah menunjukkan hasil yang sangat baik. Regimen ini tidak hanya efektif dalam mengobati penyakit, tetapi juga mengurangi beban pil yang harus ditelan oleh pasien.
Dengan regimen yang lebih singkat dan lebih mudah diikuti, diharapkan pasien lebih patuh dalam menjalani pengobatan, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat kesembuhan.
3. Kampanye kesadaran publik
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC sangat penting untuk mengurangi stigma yang sering kali menyertai penyakit ini. Stigma dapat membuat individu enggan mencari pengobatan, sehingga memperburuk penyebaran penyakit. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran adalah dengan mempromosikan Hari Tuberkulosis Sedunia.
Melalui kampanye ini, informasi tentang pencegahan dan pengobatan TBC dapat disebarluaskan secara luas, membantu masyarakat memahami pentingnya deteksi dini dan perawatan.
4. Menangani determinan sosial kesehatan
Untuk mengatasi TBC secara efektif, penting untuk memperhatikan determinan sosial yang memengaruhi kesehatan. Masalah seperti kemiskinan, kekurangan gizi, dan akses layanan kesehatan yang tidak memadai dapat berkontribusi pada tingginya prevalensi TBC.
Intervensi berbasis masyarakat yang menargetkan populasi rentan sangat diperlukan. Ini bisa meliputi program peningkatan gizi, akses ke layanan kesehatan, serta edukasi bagi masyarakat mengenai TBC dan cara pencegahannya.