Notification

×

Iklan

banner 1280x278

Iklan

banner 728x90 banner 1280x278

Indeks Berita

Kelompok pemberontak di Suriah menghancurkan makam Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad, di kampung halaman keluarga Assad

Kamis, 12 Desember 2024 | Desember 12, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-11T20:31:29Z


 Kelompok pemberontak di Suriah menghancurkan makam Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad, di kampung halaman keluarga Assad. Aksi itu tersebut terjadi di kota Qardaha, wilayah pesisir barat Provinsi Latakia.

Melansir BBC, Rabu (11/12/2024), menunjukkan para pemberontak bersenjata memasuki kompleks makam yang terbakar, sambil berteriak-teriak. Aksi ini dilakukan oleh kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah kelompok Islamis yang berhasil melakukan serangan kilat yang mengakhiri kekuasaan keluarga Assad selama 54 tahun.

Bashar al-Assad dilaporkan telah melarikan diri ke Rusia bersama keluarganya dan mereka mendapatkan perlindungan. Di berbagai wilayah Suriah, patung dan poster Hafez al-Assad serta Bashar al-Assad diturunkan, disertai sorak-sorai warga yang merayakan berakhirnya kekuasaan dinasti tersebut.

Pada 2011, rezim Bashar al-Assad menggunakan kekuatan militer untuk menumpas protes damai yang menuntut demokrasi di Suriah. Tindakan represif itu memicu perang saudara yang berkepanjangan dan menghancurkan, mengakibatkan lebih dari 500.000 korban jiwa dan membuat sekitar 12 juta orang kehilangan tempat tinggal.

Hafez al-Assad, yang memerintah Suriah sejak 1971 hingga wafat pada tahun 2000, dikenal sebagai pemimpin otoriter. Setelah kematiannya, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Bashar.

Rezim Hafez al-Assad berasal dari keluarga Alawi, sebuah cabang minoritas dari Islam Syiah yang berpusat di provinsi Latakia, dekat perbatasan dengan Turki. Setelah sang anak tumbang, makam ayah dari Bashar al-Assad di Kota Qardaha dihancurkan pemberontak.

Sebagian besar komunitas Alawi, yang jumlahnya sekitar 10% dari populasi Suriah, merupakan pendukung setia rezim Assad selama masa kekuasaan mereka. Namun, dengan jatuhnya rezim tersebut, sebagian anggota komunitas Alawi kini khawatir akan menjadi target serangan kelompok pemberontak.

Pada Senin, perwakilan pemberontak dari HTS dan Tentara Pembebasan Suriah (FSA), sebuah kelompok Muslim Sunni, bertemu dengan para tetua masyarakat Qardaha. Pertemuan tersebut dilaporkan menghasilkan dukungan dari masyarakat setempat terhadap pemerintahan baru. Delegasi pemberontak juga menandatangani dokumen yang menekankan pentingnya keberagaman agama dan budaya di Suriah.

HTS dan sekutunya berhasil merebut ibu kota Suriah, Damaskus, pada hari Minggu, setelah bertahun-tahun konflik. Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, yang kini dikenal dengan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, telah menyatakan komitmennya untuk menghormati berbagai komunitas agama di Suriah.

Utusan PBB untuk Suriah menyarankan agar pemberontak mewujudkan janji toleransi mereka dalam bentuk tindakan nyata. Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat menyatakan kesiapan untuk mendukung pemerintahan baru Suriah, asalkan terbentuk melalui proses yang kredibel dan inklusif, serta menghormati hak-hak minoritas.

HTS telah membentuk pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Mohammed al-Bashir, mantan kepala pemerintahan pemberontak di wilayah barat laut. Pemerintahan ini direncanakan berlangsung hingga Maret 2025. Pada hari Selasa, Mohammed al-Bashir memimpin pertemuan di Damaskus dengan anggota kabinet baru dan pejabat pemerintahan sebelumnya untuk membahas proses pengalihan kekuasaan dan pengelolaan lembaga-lembaga negara dari rezim al-Assad yang tumbang di Suriah.

×
Berita Terbaru Update