Notification

×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Ketua Umum For Bejo (For Belakang Jokowi) Sugeng Budiono menilai kritikan pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi terhadap hasil riset OCCRP

Sabtu, 04 Januari 2025 | Januari 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-03T18:11:46Z

 



Ketua Umum For Bejo (For Belakang Jokowi) Sugeng Budiono menilai kritikan pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi terhadap hasil riset OCCRP, relevan. Pasalnya, OCCRP akhirnya mengakui kelemahan risetnya karena tidak memiliki bukti atas tuduhan kejahatan terhadap Jokowi.

Menurutnya, pengakuan OCCRP tidak terlepas dari kritik dan pembelaan R Haidar Alwi melalui puluhan media nasional.

"Kami relawan Jokowi For Bejo sangat berterima kasih kepada Bung Haidar Alwi yang telah berhasil menjaga muruah Pak Jokowi di mata dunia. Berkat beliau, OCCRP akhirnya mengakui kelemahan risetnya karena tidak memiliki bukti Pak Jokowi korupsi," ujar Sugeng Budiono kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

Sugeng menila R Haidar Alwi termasuk sosok yang pertama kali mengkritik riset OCCRP pascaorganisasi internasional itu memberikan predikat kepada Jokowi sebagai finalis penjahat terorganisasi dan paling korup di dunia.

Menariknya, kritik dari R Haidar Alwi adalah yang paling substansial di antara banyak pihak yang menyoroti riset OCCRP tentang Jokowi. Sedangkan yang lainnya hanya membela Jokowi tanpa mampu mematahkan tuduhan OCCRP.

"Bung Haidar Alwi ini sangat luar biasa. Beliau mampu mengungkap kelemahan dan keanehan metodologi riset yang dirilis oleh organisasi sekelas OCCRP. Kritiknya berdasar dan sulit untuk dibantah," jelas Sugeng.

Sugeng mengingatkan agar rakyat Indonesia senantiasa menjaga muruah presiden dan mantan presiden Republik Indonesia. Sebab, menjadi presiden bukanlah hal mudah, hanya putra-putri terbaik bangsa yang mampu mengemban amanah tersebut.

"Jangan mau diprovokasi asing melalui tangan-tangan organisasi yang terkesan independen padahal membawa kepentingan pihak tertentu. Perkuat persatuan dan jaga muruah bangsa dan negara termasuk muruah presiden dan mantan presiden," pungkas Sugeng.

Sebelumnya, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merilis daftar finalis pemimpin yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia pada Selasa (31/12/2024).

Dari sejumlah nama yang dirilis, Jokowi menjadi salah satu dari lima finalis dengan suara terbanyak tahun ini. Nama-nama yang masuk nominasi dan perolehan suara diusulkan serta berasal dari para pembaca, jurnalis, dewan juri, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.

Menanggapi hal itu, pendiri HAI R Haidar Alwi, mengatakan bahwa segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat.

"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat," tegas R Haidar Alwi, Rabu (1/1/2025).

Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," jelas Alwi.

Karena itu, predikat yang disematkan OCCRP terhadap Jokowi hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam polling atau jajak pendapat. Akibatnya, dapat merusak reputasi dan nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia bahkan dunia.

"OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi. Jika tidak, OCCRP yang berisi para jurnalis investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri," tutur Alwi.

×
Berita Terbaru Update