Notification

×

Iklan

Iklan

banner 728x90

Indeks Berita

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menegaskan, kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi di Google

Minggu, 02 Februari 2025 | Februari 02, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-01T19:00:02Z

  



Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menegaskan, kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi di Google bukan hanya sekadar masalah teknis semata, tetapi juga menimbulkan dampak yang lebih luas.  Apalagi, perbaikan terhadap informasi yang salah itu begitu lamban. Banyak warga lalu bertanya-tanya 1 dolar berapa rupiah di Google.

Sebelumnya, kurs pada hari ini, Sabtu (1/2/2025), mencapai Rp 16.312 per dolar AS, tetapi di Google hanya Rp 8.000-an per dolar AS.

Menurut Pratama, dalam ekosistem digital global, Google telah menjadi acuan utama bagi banyak orang dalam mencari informasi finansial, termasuk kurs mata uang.

“Ketika data yang ditampilkan tidak akurat dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa koreksi, hal ini dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan di tengah masyarakat,” katanya.

Ketergantungan publik terhadap Google sebagai sumber informasi membuat kesalahan dalam nilai tukar menjadi lebih dari sekadar kekeliruan biasa. Banyak individu, pelaku bisnis, dan investor yang menggunakan Google sebagai patokan dalam membuat keputusan ekonomi.

Jika informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini berpotensi menimbulkan dampak finansial yang merugikan, baik dalam skala kecil maupun besar.

Misalnya, ujarnya, seorang pebisnis yang mengandalkan nilai tukar untuk menentukan harga jual produk ekspor bisa saja membuat keputusan yang salah karena mengacu pada angka yang tidak akurat. Begitu pula dengan wisatawan atau pekerja migran yang hendak menukar uang mereka.

Dalam konteks ini, Pratama melanjutkan, Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif.

Meskipun Google bukanlah penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan.


“Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, tetapi tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat,” katanya.

×
Berita Terbaru Update