Kantor berita Pemerintah Gaza menyatakan sebanyak 205 jurnalis dan pekerja media Palestina tewas selama 470 hari serangan genosida dilancarkan Israel di wilayah itu.
Dalam pernyataannya, media itu menyebut Israel sengaja menargetkan para pahlawan informasi tersebut untuk dihabisi sebagai upaya untuk menghapus kebenaran atas kekerasan yang terjadi di wilayah Palestina khusus Gaza.
Kantor media itu menyampaikan duka cita, kebanggaan, dan rasa hormat yang besar terhadap para jurnalis dan pekerja media yang telah menjadi syuhada dalam pengabdian untuk publik di Gaza.
Mereka para jurnalis itu dianggap sebagai pahlawan atas perjuangannya menyampaikan fakta yang terjadi di Gaza.
"Para pahlawan ini dibunuh oleh pasukan pendudukan Israel dalam upaya untuk menekan narasi Palestina dan menghapus kebenaran. Namun, pendudukan tersebut gagal mematahkan semangat rakyat kami yang mulia," katanya dikutip dari Quds News Network, Jumat (14/2/2025).
Genosida dilancarkan Israel terhadap Gaza dianggap sebagai serangan paling mematikan bagi jurnalis dan pekerja media di dunia dalam 30 tahun terakhir.
Para kritikus menuduh Israel yang melarang wartawan asing masuk ke Gaza, demi menargetkan jurnalis di wilayah Palestina untuk mengaburkan kebenaran tentang kejahatan perang yang dilakukan Zionis di sana.
Dalam laporan tahunan yang dirilis Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) baru-baru ini menyatakan jumlah jurnalis yang tewas pada 2024 mencatatkan angka tertinggi, dengan Israel bertanggung jawab atas lebih dari dua pertiga dari jumlah kematian tersebut.
"Perang di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya dalam dampaknya terhadap jurnalis dan menunjukkan kemunduran besar dalam norma global tentang perlindungan jurnalis di zona konflik. Namun, ini jauh dari satu-satunya tempat di mana jurnalis berada dalam bahaya," kata Ketua CPJ Jodie Ginsberg.
CPJ mencatat sedikitnya 85 jurnalis tewas dibunuh militer Israel di Gaza sepanjang 2024. Sebanyak 82 dari korban tewas itu merupakan warga Palestina.
CPJ menuduh Israel berusaha membungkam penyelidikan terhadap pembunuhan-pembunuhan tersebut, mengalihkan kesalahan kepada jurnalis atas kematian mereka sendiri, dan mengabaikan kewajibannya untuk meminta pertanggungjawaban personel militernya atas kematian begitu banyak pekerja media.
Dalam laporan terbarunya, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) menyebut 2024 sebagai tahun yang sangat berdarah.
Menurut laporan tahunan IFJ, sebanyak 104 jurnalis telah terbunuh di seluruh dunia sejak 1 Januari hingga 10 Desember 2024, dengan lebih dari setengahnya terjadi di Gaza.
Sekretaris Jenderal IFJ Anthony Bellanger mengatakn 2024 sebagai salah satu tahun terburuk bagi para profesional media. Ia mengecam Tindakan brutal Israel terhadap pekerja media di Palestina.
“Pembantaian yang terjadi di Palestina di depan mata seluruh dunia," ujarnya.
Dalam laporan terpisah, Reporters Without Borders (RSF) mengatakan Palestina adalah negara paling berbahaya bagi jurnalis, dengan mencatatkan angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan negara lain dalam lima tahun terakhir.