Pasar Surat Utang Negara (SUN) pada pekan depan masih dibayangi oleh ketidakpastian global akibat kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam situasi ini, investor cenderung mengalihkan minat ke surat utang tenor pendek untuk mengurangi risiko.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana mengungkapkan, sentimen global, khususnya ketidakstabilan kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump, akan menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan yield SUN. Selain itu, investor juga akan mencermati sejumlah rilis data ekonomi dalam negeri, seperti neraca perdagangan dan keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI rate)."Trade balance kemungkinan sedikit menurun, tetapi ini wajar untuk Januari. Sementara itu, BI rate diperkirakan tetap, meski ada potensi tambahan kebijakan makroprudensial yang lebih longgar, seperti penurunan reserve requirement perbankan atau pelonggaran likuiditas," ujar Fikri.
Menurutnya, kombinasi kebijakan pro-growth dari Bank Indonesia dan ketidakpastian global dapat menekan yield pasar SUN pekan ini, meskipun penurunannya diperkirakan tidak sebesar pekan lalu. Investor masih menunggu arah kebijakan lanjutan dari AS, terutama terkait tarif dagang dengan China dan Meksiko.
Fikri menambahkan bahwa investor asing masih menunjukkan minat terhadap Surat Berharga Negara (SBN), terlihat dari tren net buy sejak awal Februari dan hasil lelang SBN pekan lalu yang cukup kuat. Namun, pergerakan pasar tetap dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah.
"Pekan lalu, yield SUN 10 tahun sempat berada di kisaran 6,87%-6,89%. Pekan ini, potensi penurunannya ada, tetapi terbatas di level 6,82%-6,84%. Market juga akan mencermati data new home sales AS yang bisa memberikan tekanan inflasi di sana," jelasnya.
Dari sisi penerbitan, sebelumnya pemerintah telah menggelar lelang SUN dengan target indikatif Rp 24 triliun, sementara permintaan mencapai Rp 77,7 triliun, mencerminkan tingginya minat investor.
Ke depan, permintaan diperkirakan masih akan terpusat pada tenor pendek, seperti SPSN dan PBS034 yang memiliki tenor sekitar 11 tahun.
Pada Selasa, (11/2/2025) mendatang, pemerintah berencana melelang tujuh seri Surat Utang Negara dengan target indikatif sebesar Rp 10 triliun.
Fikri menilai bahwa ketidakstabilan di pasar lebih banyak disebabkan oleh pernyataan-pernyataan Trump daripada kebijakan ekonominya secara keseluruhan (Trumponomics).
Meskipun Menteri Keuangan AS Scott Bessent menganggap lebih stabil, tetapi pernyataan Trump yang sering berubah masih menjadi faktor yang diperhatikan investor.
"Contohnya, Trump mengumumkan tarif ke China, tetapi kemudian direvisi bahwa produk di bawah US$ 8.000 tidak terkena cukai. Hal ini membuat pasar lebih berhati-hati dalam mengambil posisi," paparnya.
Dengan kondisi tersebut, Fikri memperkirakan perbankan masih akan menjadi investor utama dalam lelang pasar SUN mendatang, terutama karena tren switching dari SRBI ke SBN akibat penurunan yield SRBI.